Oleh :
Meita Dwi Fitriana (23100860034)
PROGRAM PROFESI GURU DALAM JABATAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Jawa sebagai bagian dari bahasa daerah yang ada di Indonesia telah dikenal sejak zaman dulu dan menjadi bahasa ibu di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahasa Jawa telah lama digunakan sebagai alat berkomunikasi antara para penduduk di daerah tersebut. Namun seiring kemajuan zaman, bahasa Jawa mulai banyak ditinggalkan dan peranannya banyak digantikan oleh bahasa Indonesia. Hal ini karena menganggap bahasa Indonesia terlihat lebih modern dibandingkan dengan bahasa Jawa. Bahasa Jawa dianggap sebagai bahasa yang ketinggalan zaman. Penggunaan bahasa Jawa hanya terlihat pada masyarakat di pedesaan, sedangkan masyarakat di daerah perkotaan lebih suka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian.
Salah satu upaya untuk melestarikan bahasa Jawa dapat dilakukan dengan cara membiasakan kembali menggunakan bahasa Jawa. Hal ini karena banyak anak-anak dari keluarga Jawa yang tidak bisa dan bahkan tidak memahami bahasa Jawa. Padahal, bahasa Jawa merupakan bahasa budi yang menyiratkan budi pekerti luhur, atau merupakan cerminan dari tata krama. Tata krama berbahasa menunjukkan budi pekerti pemakai bahasa.
Belajar bahasa Jawa bukan banya sekedar mendalami materi-materi yang disampaikan dalam pembelajaranya, melainkan lebih menekankan bagaimana peserta didik dapat menerapkan pembelajaran bahasa Jawa didalam kehiduipan sehari-sehari, terutama dalam menerapkan tata krama dalam berperilaku dan berkomunikasi dengan orang lain. Sehingga tidak salah jika pada awalnya pelajaran bahasa Jawa hanya diajarkan di SD, SMP, sekarang sudah diajarkan dijenjang SMA/SMK karena dalam tiga jenjang pendidikan itulah peserta didik dalam tahap mengenal lingkungan luar dan dalam rangka pencarian jati diri. Pembelajaran bahasa mencakup empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak (listening skills). Keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing
skils). Untuk keterampilan yang sangat sulit bagi peserta didik adalah keterampilan berbicara.
Salah satu faktor yang mempengaruhi permasalahan yang dihadapi peserta didik SMK Taman Karya Madya Teknik Kebumen, Kecamatan Kebumen, kabupaten Kebumen tersebut diantaranya: (1) kemampuan berbicara bahasa Jawa ragam krama pada peserta didik masih rendah, (2) pendidikan budi pekerti yang rendah menyebabkan peserta didik malas belajar berbahasa Jawa ragam krama, (3) guru kurang dalam penggunaan variasi materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa, (4) metode belajar tradisonal ceramah lebih dominan sehingga menimbulkan kejenuhan dan kebosanan untuk peserta didik.
Guru kurang dalam penggunaan variasi materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran berbicara bahasa Jawa guru masih terpacu pada buku pegangan yang dikeluarkan oleh MGMP Bahasa Jawa Kabupaten Purbalingga. Kurangnya waktu dalam pembelajaran paramasastra tentang unggah ungguh bahasa Jawa juga menyebabkan guru memiliki waktu yang terbatas untuk melakukan praktik dan evaluasi berbahasa Jawa ragam krama terhadap peserta didik.
Metode yang dapat digunakan untu meningkatkan keteramilan berbicara bahasa Jawa ragam krama dalam berdialog sesuai unggah-ungguh yaitu metode bermain peran atau role playing. Menurut Prof. Dr. H Endang Komara, M.Si bermain peran adalah kegiatan mengeksplorasi hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikan sehingga orang dapat mengeksplor perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Peningkatan kemampuan berbicara bahasa Jawa ragam krama dengan menggunakan metode pembelajaran metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada peserta didik. dengan berbagai model pembelajaran yang dipilih sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Metode bermain peran sangat membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata. Pembelajaran dapat dikuasai dengan tuntas dalam menghubungkan pengetahuan dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang di hadapi, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut :
- Peserta didik lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa khususnya dalam keseharianya.
- Kemampuan berbicara bahasa Jawa ragam krama pada peserta didik masih rendah,
- Pendidikan budi pekerti yang rendah menyebabkan peserta didik malas belajar berbahasa Jawa ragam krama.
- Guru kurang dalam penggunaan variasi materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa, (4) metode belajar tradisonal ceramah lebih dominan sehingga menimbulkan kejenuhan dan kebosanan untuk peserta didik.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan indentifikasi masalah tersebut, fokus masalah yang dikaji yaitu metode role playing sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik pada materi unggah ungguh basa kelas X TKR 3 di SMK Taman Karya Madya Teknik Kebumen
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah “ apakah metode role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik pada materi unggah ungguh basa kelas X TKR 3 di SMK Taman Karya Madya Teknik Kebumen?”
E. Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik pada materi unggah-ungguh basa Jawa kelas X TKR 3 di SMK Taman Karya Madya Teknik Kebumen.
F. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan praktis :
- Manfaat toeritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada pemanfaatan teori tentang metode pembelajaran bahasa Jawa khususnya materi unggah-unggah basa Jawa.
- Manfaat praktis
- Bagi guru dapat menjadikan acuan dalam meningkatkan kreativitas mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran lain, yang baru bagi peserta didik. Sehingga peserta didik lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran kemampuan berbicara bahasa Jawa ragam krama.
- Bagi peserta didik untuk mengubah pola pikir peserta didik untuk menghargai orang lain sesuai dengan unggah ungguh Jawa sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jawa dan budi pekerti yang baik di lingkungan.
- Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan positif demi kemajuan sekolah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
- Metode Pembelajaran
- Metode
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 1995 dalam Iskandarwassid, 2011:56). Metode mengajarialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karenaitu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode ini di harapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar peserta didik sehubungan dengan kegiatan mengajar guru.Dalam interaksi ini guru sebagai penggerak atau pembombing, sedangkan peserta didik berperan penggerak atau pembimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik kalau peserta didik banyak aktif dibandingkan dengan guru. Menurut Iskandarwassid (2011:244) pemilihan strategi ataugabungan metode dan teknik pembelajaran terutama didasarkan pada tujuan dan materi yang telah ditetapkan pada satuan-satuan kegiatan belajar, antara lain; Bermain peran, berbagai bentuk diskusi, wawancara, bercerita (pengalaman diri, pengalaman hidup, pengalaman membaca,), pidato, laporan lisan, membaca nyaring, merekam bicara, bermain drama. Roestiyah (2005: 22-23) mengemukakan bahwa metode yang digunakan harus disesuikan dengan materi yang disampaikan.
Pada kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi kepada peserta didik berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan peserta didik dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Begitu juga dengan metode yang digunakan, untuk memotivasi peserta didik agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi atau untuk menjawab suatu pertanyaan tertentu, akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar peserta didik mampu berpikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri dalam menghadapi berbagai persoalan. Memperhatikan hal-hal tersebut, guru dapat menggunakan metode yang tepat untuk membelajarkan suatu materi kepada peserta didiknya dan dengan metode tersebut tujuan pembelajaran dapat tercapai.
- Metode Role playing
Metode pembelajaran role playing merupakan suatu aktivitas yang dramatik. Biasanya ditampilkan oleh sekelompok kecil peserta didik, bertujuan utk mengeksploitasi beberapa masalah yang ditemukan untuk melengkapi partisipan dan pengamat dengan pengalaman belajar yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman mereka (Sharan an Yael, 1976). Elebih lanjut Sharan dan Yael (1976) berpendapat bahwa pelaksanaan role playing didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik harus menemukan sendiri aplikasi dari rangkaian hubungan yang ditampilkan. Semua pemain dan observer bersama-sama menganalisa dan mendiskusikan permainan tersebut termasuk didalamnya hal-hal yang terlibat, fungsinya, proses yang ditampilkan, asumsi, dan perasaan pemain seperti yang telah digambarkan.
Menurut Santoso (2011) model pembelajaran role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik yang didalamnya terdapat aturan, tujuan, dan unsur senang dalam melakukan proses belajar mengajar.
Wikipedia (2012) juga mengemukakan bahwa role playing adalah sebuah permainan yang para pemainya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama
Hal ini diperkuat pendapat Hadari Nawawi dalam Kartini (2007) yang menyatakan bahwa bermain role playing adalah mendramatisasikan cara bertingkah laku orang-orang tertentu dalam posisi yang membedakan peranan masing-masing dalam suatu organisasi atau lelompok di masyarakat.
Menurut Supena Djanali (dalam Malikhatun 2009: 7) Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan anak-anak sangat gemar bermain. Menurut Hairudin (dalam Malikhatun 2009: 7-8) main peran adalah simulasi tingkah laku. Tujuannya adalah 1) melatih peserta didik untuk menghadapi situasi yang sebenarnya, 2) melatih praktik berbahasa lisan secara intensif, dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.
Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Melalui metode role playing peserta didik dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau peserta didik dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis itu. Oleh karena itu metode role playing dan bermain peran dapat digunakan secara bersamaan.
Metode role playing (bermain peran) sering juga disebut metode sosiodrama, dapat diberi batasan menjadi sesuatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendramatisasi sikap, tingkah laku, atau penghayatan seseorang
seperti di lakukannya dalam hubungan sosial sehari – hari dalam masyarakat dengan cara belajar mengajar semacam ini para peserta didik diberi kesempatan dalam menggambarkan, mengungkapkan, mengekspresikan suatu sikap tingkah laku atau di inginkan seandainya dia menjadi tokoh yang di inginkan, yang penting diingat semua tugas yang diserahkan pada peserta didik, harus di laksanakan sewajar-wajarnya jangan berlebihan. Semua sikap dan tingkah laku diungkapkannya secara spontan (Zakariasoeteja dalam Malikhatun).
Metode role playing/bermain peran merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, karena selama pembelajaran, peserta didik aktif dan mengalami sendiri kejadian yang dimainkan, sehingga terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Melalui metode bermain peran, diharapkan peserta didik tidak mengalami kejenuhan dan timbul suasana yang menyenangkan dengan cara memainkan perannya sebagai tokoh tertentu
Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahanbahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
- Langkah-Langkah Role Playing
Menurut Mulyadi (2011:136) langkah-langkah role playing adalah sebagai berikut:
- Guru menyiapkan skenario yang akan dtampilkan
- Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum Kegiatan Belajar Mengajar
- Guru membentuk kelompok yang anggotanya lima orang (menyesuaikan jumlah peserta didik)
- Memberikaan penjelasan tentang kompetensi yang akan dicapai
- Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
- Masing-masing peserta didik berada dikelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan
- Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik diberi lembar untuk membahas penampilan yang selesai diperagakan
- Masing-masing kelompok menyampaiakn hasil kesimppulanya
- Guru memberi kesimpulan secara umum
- Evalusi
- penutup
Roestiyah (2008) menerangkan, bahwa langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode role playing yaitu:
- guru harus menerangkan kepada peserta didik, memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan jalan bermain peran peserta didik dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat.
- guru harus memilih topik yang urgen, sehingga menarik minat peserta didik.
- guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama
- bila ada kesediaan sukarela dari peserta didik untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk perannya itu. Bila tidak ditunjuk saja peserta didik yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.
- jelaskan pada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas perannya, menguasai masalahnya pandai berdialog.
- peserta didik yang tidak turut harus menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat, mereka harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan di lakukan setelah bermain peran selesai.
- bila peserta didik belum terbiasa, perlu dibantu guru menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.
- setelah sosiodrama itu dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan, agar kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan
- sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka perlu di buka tanya jawab diskusi (Roestiyah, 2008: 91-92).
Menurut (Hamzah B.Uno, 2010: 26) prosedur bermain peran/role playing terdiri atas sembilan langkah, yaitu: 1) pemanasan (warming up), 2) memilih partisipan, 3) menyiapkan pengamat, 4) menata panggung, 5) memainkan peran 6) diskusi dan evaluasi, 7) memerankan peran ulang,8) diskusi dan evaluasi, 9) berbagi pengalaman.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat mengambil simpulan bahwa urutan-urutan dalam pembelajaran menggunakan metode role playing yaitu:
- menyusun salah satu cerita dalam bentuk teks bacaan, sehingga dapat dibaca dan dihafalkan para peserta didik.
- menjelaskan tujuan, manfaat, dan teknik bermain dalam pembelajaran role playing.
- membentuk kelompok pemeranan.
- menginstruksikan kepada peserta didik untuk bergabung pada kelompoknya masing-masing.
- membagikan teks cerita yang harus dimainkan masing-masing kelompok di depan kelas nantinya.
- mempersiapkan/menata ruangan untuk keperluan menciptakan situasi/suasana pemeranan.
- kelompok pertama diberi kesempatan untuk melakukan dramatisasi didepan kelas.
- guru dan kelompok lain mengamati proses jalannya pemeranan sambil membuat catatan-catatan penting berupa penilaian terhadap penampilan kelompok yang tampil.
- kegiatan pemeranan berakhir apabila semua kelompok telah mendapat giliran untuk tampil di depan kelas.
- melakukan diskusi untuk membicarakan hasil kegiatan yang sudah terlaksana, berikut penilaian-penilaian yang sudah dilakukan.
- guru menjelaskan tujuan, manfaat, dan teknik bermain dalampembelajaran role playing.
- Melaksanakan role playing sesion kedua.
- guru dan peserta didik mengamati dan menilai proses jalannya pemeranan.
- melakukan diskusi dan penilaian.
- bersama-sama menyimpulkan materi pelajaran.
Agar pelaksanaan metode ini berhasil dengan efektif, maka harus memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut, 1) guru harus menerangkan kepada peserta didik untuk memperkenalkan teknik ini, 2) memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat peserta didik. Guru mampu menjelaskan dengan menarik, sehingga peserta didik terangsang untuk memecahkan masalah itu, 3) agar peserta didik paham peristiwanya, maka guru harus bisa mejelaskan dan mengatur adegan yang akan dimainkan peserta didik. Guru harus menjelaskan apa yang harus dilakukan peserta didik, dan bagaimana memerankan naskah. Peserta didik lain harus menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat, mereka juga harus bisa memberi saran dan kritik yang dilakukan setelah selesai memerankan naskah. Guru bertugas mengamati aktivitas peserta didik berbicara (berdialog) menggunakan bahasa Jawa sesuai dengan unggah-ungguh.
- Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Nerbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki keterkaitan erta dengan aspek keterampilan berbahasa lainya yaitu antara lain berbicara dengan menyimak, bwrbicara dengan menulis dan berbicara dengan membaca.
Keterampilan berbicara atau yang disebut swbagai retorika merupakan seni berbicara yang bisa dimiliki seseorang yang bertujuan untuk menyampaikan pesan lisan secara efektif, sebagai bentuk komunikasi kepada orang lain.
Berbicara dapat diartikan sebagai suatu ide penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain.
Sebagai seni keterampilan berbicara merupakan seni keterampilan yang elegan, ekspresif dan kreatif. Didalam keseharian kita, kita selalu melihat orang-orang bertemu berbicara dengan orang lainya dengan mudah. Beberapa orang memang terlahir dengan bakat bicara yang baik. Tapi untungnya bagi yang tidak dilahirkan dengan bakat tersebut, keterampilan berbicara bisa dipelajari dan dikuasai.
- Unggah-Ungguh
Bahasa merupakan tanda adanya suatu kehidupan bermasyarakat bagi manusia, sehingga bahasa tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pemakainya. Khususnya dalam bahasa Jawa, yang merupakan bahasa yang mengenal adanya tingkat tutur (speech levels) atau undha-usuk atau unggah-ungguhin basa Poedjasoedarmo dalam Sutardjo (1979: 5-6).
Sutardjo (2008: 16) unggah-ungguh, tegesipun tata prataning basa miturut lungguhing tatakrama. Yang dalam bahasa Indonesiaartinya variasi-variasi bahasa yang perbedaan antara satu dan lainnyaditentukan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada diri pembicaraterhadap mitra bicara. Jenis variasi bahasa yang akan dibahas padapenelitian ini adalah undha usuk atau unggah-ungguh bahasa Jawa.
Unggah-ungguh atau juga disebut tingkat tutur adalah variasibahasa yang berbeda dengan variasi bahasa lain yang disebabkan olehfaktor mitra wicara atau bahkan orang yang menjadi objek pembicaraanatau disebut orang ketiga. Maksudnya, apabila mitra wicara dan orangyang dibicarakan merupakan orang yang dihormati maka tingkat bahasayang digunakan adalah tingkat bahasa yang mengandung arti hormat(krama). Bahasa Jawa adalah bahasa yang dipergunakan oleh orangJawa atau masyarakat Jawa sebagai alat berkomunikasi atauberhubungan bagi keluarga atau masyarakat dan bangsa Jawa.Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa unggahungguh bahasa berarti unggah-ungguh bahasa yang dipergunakan olehorang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan unggah-ungguh bahasa tersebut digunakan pada saat menyampaikan gagasan atau atau kehendak kepada orang lain.
Bentuk Unggah-ungguh Bahasa Jawa Menurut Poedjasoedarmo dalam Sasangka (2009: 15-16), tingkat tutur itu merupakan variasi bahasa yang perbedaannya ditentukan oleh anggapan penutur dan relasinya terhadap orang yang diajak bicara. Poedjasoedarmo menyebutkan adanya tingkat tutur ngoko, madya, dan krama didasarkan pada bentuk leksikonnya. Tingkatan tersebut sangat dipengaruhi oleh siapa yang berbicara dan dengan siapa seseorang berbicara.
Sasangka (1991: 58 dan 1994: 38), menyatakan bahwa unggahungguh bahasa Jawa yang secara jelas dapat dibedakan, pada prinsipnyaada dua bentuk, yaitu unggah-ungguh berbentuk ngoko dan krama.
Kedua bentuk unggah-ungguh tersebut dapat dibedakan secara tegas karena leksikon (kosakata) yang dirangkaikan menjadi suatu untaian
kalimat dalam kedua unggah-ungguh itu dapat dikontraskan satu sama lain. Berdasarkan teori Sangsaka tersebut, bahwa unggah-ungguh yang dimaksud dapat ditafsirkan sebagai tingkat tutur atau undha usuk karena
teori tersebut bukan merupakan unggah-ungguh.
Undha usuk bahasa Jawa dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu ngoko (ragam ngoko) dan krama (ragam krama). Pada roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata, jika terdapat bentuk undha usuk yang lain dapat dipastikan bahwa bentuk tersebut hanya merupakan varian dari ngoko atau krama. Kedua bentuk undha usuk tersebut akan diuraikan berikut ini.
a) Ngoko
Ngoko adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon ngoko, atau yang menjadi unsur inti di dalam bentukngoko adalah leksikon ngoko bukan leksikon yang lain. Afiks yang muncul dalam bentuk ngoko semuanya berbentuk ngoko (misalnya, afiks di-, -e, dan -ake). Bentuk ngoko dapat digunakan oleh mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya dari pada lawan bicara (mitra wicara).
Bentuk ngoko mempunyai dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan
ngoko alus (Sasangka, 2009: 102).
- Ngoko Lugu
Ngoko lugu adalah bentuk undha usuk bahasa Jawa yang semua kosa katanya berbentuk ngoko dan netral (leksikon ngoko dan netral). Tanpa terselip leksikon krama, krama inggil, atau krama andhap, baik untuk persona, persona kedua, maupun untuk persona ketiga. Afiks yang digunakan dalam bentuk ngoko lugu adalah afiks di-, -e, dan -ake (Sasangka, 2009: 102-103).
2) Ngoko Alus
Ngoko alus adalah bentuk unggah-ungguh yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko dan netral saja, melainkan juga terdiri atas leksikon krama inggil, krama andhap, dan krama. Namun, leksikon krama inggil, krama andhap, atau leksikon krama yang muncul di dalam bentuk ngoko alus sebenarnya hanya digunakan untuk menghormati mitra wicara atau orang yang dibicarakan. Leksikon krama inggil yang muncul di dalam bentuk ngoko alus biasanya hanya terbatas pada kata benda (nomina), kata kerja (verba), atau kata ganti orang (pronomina). Jika leksikon krama andhap muncul di dalam bentuk ngoko alus, biasanya leksikon itu berupa kata kerja, dan jika leksikon krama muncul dalam bentuk ngoko alus, leksikon itu biasanya berupa kata kerja atau kata benda. Afiks yang digunakan dalam ngoko alus meskipun melekat pada leksikon krama inggil, krama andhhap, dan krama tidak jauh berbeda bentuknya dengan afiks yang melekat pada ngoko (di-, -e, dan -ne), (Sasangka, 2009: 106-107).
b) Krama
Krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam bentuk krama adalah leksikon krama bukan leksikon yang lain. Afiks yang muncul dalam bentuk krama semuanya berbentuk krama (misalnya, afiks dipun-, -ipun, dan -aken). Bentuk krama digunakan oleh mereka yang belum akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Bentuk krama mempunyai dua bentuk varian, yaitu krama lugu dan krama alus.
Kedua varian itu berbeda secara etik, tetapi tidak berbeda secara emik (Sasangka, 2009: 111-112).
1) Krama Lugu
Istilah lugu pada krama lugu tidak didefinisikan seperti lugu pada ngoko lugu. Makna lugu pada ngoko lugu mengisyaratkanmakna bahwa bentuk leksikon yang terdapat di dalam unggahungguh tersebut semuanya berupa ngoko. Lugu dalam krama lugu tidak diartikan sebagai suatu bentuk yang kosakatanya terdiri atasleksikon krama, madya, netral, atau ngoko dan dapat ditambahdengan leksikon krama inggil atau krama andhap, meskipunbegitu, yang menjadi leksikon inti dalam bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa berupa krama lugu adalah leksikon krama, madya,dan netral.
Penggunaan leksikon krama inggil atau krama andhap yang muncul hanya digunakan untuk menghormati lawan bicara. Kata tugas yang muncul di dalam bentuk krama lugu menurut Poedjasoedarmo (1979) biasanya berupa leksikon madya. Secara semantis krama lugu dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk krama yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan ngoko alus, krama lugu tetap menunjukkan kadar kehalusan. Masyarakat awam menyebut dengan sebutan krama madya. Madya hanya digunakan untuk
menyebutkan suatu bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa. Afiks yang sering digunakan dalam krama lugu, yaitu afiks ngoko di-, -e, dan -ake tampaknya cenderung lebih sering muncul daripada afiks dipun-, -ipun, dan -aken. Selain afiks ngoko, klitik madya mang- juga sering muncul dalam ngoko lugu (Sasangka, 2009: 112-117).
b) Krama Alus
Krama alus adalah bentuk undha usuk bahasa Jawa yang semua kosa katanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap. Meskipun begitu, yang menjadi leksikon inti dalam krama alus hanya leksikon yang berbentuk krama. Leksikon madya dan leksikon ngoko tidak pernah muncul di dalam bentuk krama alus. Selain itu, leksikon krama inggil atau krama andhap secara konsisten selalu digunakan untuk penghormatan terhadap mitra wicara. Secara semantis, bentuk krama alus dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam yang kadar kehalusannya tinggi.
Afiks yang digunakan dan sering muncul dalam krama alus biasanya dipun-, -ipun, dan -aken dari pada afiks di-, -e, dan –ake (Sasangka, 2009: 119-120). Keempat bentuk unggah-ungguh di atas sebenarnya semuanyamerupakan varian dari bentuk ngoko dan krama. Berdasarkanketerangan tersebut, dapat diamati tampak bahwa leksikon krama inggil dan krama andhap selalu mendapat perlakuan yang khusus, yaitu selaludigunakan untuk penghormatan terhadap lawan bicara dengan carameninggikan orang lain dan merendahkan diri sendiri. Biasanya untukmeninggikan orang lain selalu digunakan leksikon krama inggil danuntuk merendahkan diri sendiri selalu digunakan leksikon krama andhap. Pemunculan afiks ngoko dan klitikan madya dalam bentuk krama dapat mengubah krama halus menjadi krama lugu (Sasangka,2009: 124-125).
Berdasarkan uraian di atas, unggah-ungguh bahasa Jawa dan leksikon pembentuknya tampak pada bagan di bawah ini. Kata yang bercetak miring, merupakan leksikon pengisi tingkat tutur yang berada diatasnya.
- Kerangka Pikir
Keterampilan berbicara khusunya pada materi unggah-ungguh ,engalami beberapa kendala antara lain peserta didik lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa khususnya dalam keseharianya, kemampuan berbicara bahasa Jawa ragam krama pada peserta didik masih rendah, pendidikan budi pekerti yang rendah menyebabkan peserta didik malas belajar berbahasa Jawa ragam krama. Guru kurang dalam penggunaan variasi materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa, metode belajar tradisonal ceramah lebih dominan sehingga menimbulkan kejenuhan dan kebosanan untuk peserta didik. Penggunaan metode role playing pada peningkatan berbicara khususnya pada materi unggah-ungguh dapat menjadi metode yang efektif dalam memacu dan memotivasi peserta didik dalam mendalami pembelajaran berbahasa khususnya keterampilan berbicara bahasa jawa ragam krama.
- Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah keaktifan peserta didik. Metode role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada materi unggah-ungguh basa Jawa..
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini dipaparkan jenis penelitian, objek dan subjek penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan teknik penyajian data.
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau classroom action research. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tentang, untuk, dan oleh kelas sasaran dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi, dan kolaborasi antara peneliti, guru bahasa Jawa, dan peserta didik sebagai subjek penelitian.
Tujuan penelitian tindakan kelas adalah melakukan perubahan pada peserta didik dan sekolah yang diteliti untuk memperbaiki praktik pembelajaran di kelas. Sebagaimana pendapat Isaac (1984: 54) to develop new skill or new approaches and to solve problems with direct application to the classroom. Pendapat tersebut menyatakan bahwa tujuan penelitian tindakan kelas adalah mengembangkan keterampilan baru atau pendekatan-pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah-masalah dengan pengaplikasian langsung pada kelas. Tindakan nyata yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara khususny pada materi unggah-ungguh basa pada kelas X TKR 3 SMK Taman Karya Madya Teknik Kebumen.
B. Setting Penelitian .
Penelitian ini dilakukan di kelas X TKR 3 yang beralamat di Jalan Cincin Kota Nomer 18 Karangsarii, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. Kelas yang terdiri dari 28 peserta didik Guru mata pelajaran Bahasa Jawa di kelas X TKR 3 adalah Bapak Anggit Hajar, S. Pd.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas X TKR 3. Untuk obyek keterampilan berbicara Peserta didik Pada Materi Unggah-Ungguh Basa Jawa Di SMK Taman Karya Madya Teknik Kebumen.
B. Prosedur Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian, ada beberapa tahapan yang dilakukan peneliti agar penelitian dapat berjalan dengan lancar. Tahap-tahap tersebut adalah :
Siklus I
- Perencanaan
Tahap perencanaan dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti bersama dengan kolaborator menetapkan alternatif yang akan dilakukan dalam upaya peningkatan keterampilan subjek yang diinginkan melalui:
- Guru bersama kolaborator menyamakan persepsi dan berdiskusi untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul berkaitan dengan pembelajaran
unggah-ungguh basa dan solusi pemecahannya.
- Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran siklus I.
- Guru menyiapkan materi yang akan disampaikan pada siklus I. Materi pada siklus I berisi tentang pengertian unggah-ungguh basa, jenis-jenis unggahungguh basa serta implementasinya dan pengertian metode simulasi serta langkah-langkahnya.
- Guru menyiapkan media yang akan digunakan pada siklus I.
- Guru bersama kolaborator menentukan tema yang akan disimulasikan. Tema simulasi pada siklus I adalah meminjam sesuatu dengan orang yang lebih tua dengan menggunakan unggah-ungguh basa ragam krama.
- Guru membuat soal siklus I. Rancangan simulasi siklus I adalah bagaimana unggah-ungguh basa yang digunakan seorang anak kepada tetangga dengan tema meminjam.
- Menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar penilaian simulasi, lembarpengamatan dan alat untuk mendokumentasikan kegiatan siklus I.
b. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan tindakan kelas ini
adalah sebagai berikut.
- Pertemuan pertama siklus I, guru menjelaskan tentang pengertian unggahungguh basa, jenis-jenis unggah-ungguh basa, dan implementasi dari unggah-ungguh basa. Selain hal tersebut, guru juga menjelaskan tentang pengertian dan langkah-langkah metode simulasi.
- Guru memberikan peluang bertanya kepada peserta didik.
- Guru membagikan contoh teks percajapan dengan bahasa Jawa.
- Peserta didik menghayati contoh teks percakapan dengan bahasa Jawa yang telah
diberikan oleh guru.
- Beberapa peserta didik maju mempraktikkan contoh teks dialog tersebut, peserta didik yang lain mengamati.
- Peserta didik melihat rekaman video pembelajaran yang berisi tentang dialog
menggunakan unggah-ungguh basa yang tepat.
- Pertemuan kedua pada siklus I, guru melakukan apersepsi yaitu mengulang kembali secara singkat materi yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya.
- Peserta didik dengan dibantu guru membentuk kelompok simulasi.
- Guru membagikan teks untuk dibuat percakapan.
- Peserta didik memahami teks yang telah diberikan oleh guru.
- Peserta didik secara berkelompok membuat percakapan berdasarkan teks yang telah diberikan oleh guru.
- Peserta didik secara kelompok menyimulasikan teks dialog yang telah mereka buat.
- Peserta didik yang lain mengamati peserta didik yang sedang maju simulasi.
- Peserta didik dengan dipandu guru menanggapi praktik simulasi yang telah
berlangsung.
- Peserta didik dengan dipandu guru membuat kesimpulan dari pembelajaran yang
telah berlangsung.
- Guru memberikan penjelasan tentang simulasi yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya.
- Guru mengakhiri pembelajaran dengan doa.
Setelah pelaksanaan tindakan berlangsung, tahap selanjutnya adalah pengamatan. Pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran unggah-ungguh basa ragam krama berlangsung. Pengamatan dalam penelitian ini melibatkan guru sebagai kolabolator, peneliti sebagai pelaksana tindakan, peserta didik sebagai subjek penelitian, dan proses pembelajaran unggah-ungguh basa ragam krama
- Refleksi
Guru (peneliti) bersama kolaborator (guru Bahasa Jawa) melakukan refleksi bersama-sama. Hasil refleksi tersebut terdiri atas hal positif dan negatif. Adapun hasil refleksi yang tergolong hal positif adalah adalah tumbuhnya motivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran khususnya materi unggah-ungguh basa dan motivasi dalam menggunakan unggah-ungguh basa ragam krama ketika berbicara dengan guru. Selain itu peserta didik dapat berbicara dengan unggah-ungguh basa ragam krama meskipun dengan unggah-ungguh basa ragam krama yang terbatas. Adapun kendala yang terjadi pada siklus I sehingga perlu diadakan perbaikan pada siklus berikutnya.
- Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data penelitian. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah metode tes, observasi, catatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi
- Tes
Tes yang diberikan berupa tes micara untuk mengetahui kemampuan ketrampilan peserta didik dalam berbicara pada sebelum dan sesudah menggunakan role playing, sehingga dalam tes akan dapat dilihat peserta didik yang masih mengalami kesulitan dalam berbicara bahasa jawa ragam krama dan keberhasilan penggunaan metode role playing dalam kegiatan pembelajaran.
- Observasi
Observasi, peneliti melakukan pengamatan langsung saat proses pembelajaran. Teknik observasi dilakukan oleh peneliti dan berkolaborasi dengan guru bahasa Jawa pada saat pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan mencatat aspek-aspek dari proses pembelajaran unggah-ungguh basa ragam krama dan pelaksanaan metode role playing
- Catatan Lapangan
Catatan lapangan setiap tatap muka yang memuat deskripsi proses pembelajaran yang digunakan untuk mendiskripsikan kegiatan pembelajaran yang diisi pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Catatan harian adalah salah satu alat yang digunakan untuk mencatatat semua kejadian pada setiap kali pertemuan. Alat pencatatan data berupa lembar catatan harian atau berupa jurnal.
- Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto-foto dan rekaman video ketika peserta didik melakukan metode role playing
- Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
- Lembar pedoman observasi yang digunakan untuk dapat mengungkapkan aktifitas peserta didik ketika pelaksanaan tindakan.
- Catatan lapangan yaitu mencatat persoalan-persoalan yang menarik. Catatan ini mencakup kesan dan penafsiran terhadap peristiwa yang terjadi di kelas ketika pelaksanaan tindakan.
- Tes, tes digunakan untuk mengetahui pengembangan kemampuan peserta didik. Tes yang dilakukan dengan pemberian tugas kepada peserta didik, terlebih dahulu dilakukan kegiatan pratindakan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik.
- Dokumentasi, dokumentasi digunakan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan metode role playing
- Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian kelas ini adalah analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif yaitu teknik pengolahan data dengan cara mendeskripsikan peningkatan aktifitas pembelajaran, perilaku, motivasi, serta peningkatan ketrampilan berbicara pada materi unggah-ungguh. Dari hasil pengamatan atau observasi catatan lapangan, deskripsi data pada saat proses tindakan berlangsung, serta hasil tes pengamatan dan catatan lapangan menggambarkan peningkatan proses ketrampilan berbicara pada materi unggah-ungguh dengan metode role playing sebelum diberi tindakan dan sesudah diberi tindakan..
- Validitas
Data dan Reliabilitas Data
- Validitas Penelitian
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Menurut Burns dalam Madya (2006: 37), menyatakan beberapa validitas dalam penelitian tindakan, yaitu validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogik. Adapun validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas demokratik dan validitas proses.
- Validitas Demokratik
Validitas demokratik dilakukan dalam rangka identifikasi masalah, penentuan fokus masalah, perencanaan tindakan yang relevan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian dari awal hingga akhir penelitian. Penelitian tindakan ini memenuhi validitas demokratik karena peneliti benar-benar berkolaborasi dengan peserta didik serta menerima segala masukan dari berbagai pihak untuk mengupayakan peningkatan ketrampilan berbicara pada materi unggah-ungguh basa Jawa ragam krama.
- Reliabilitas Data
Denzin (dalam Moleong, 2002: 178) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi metode. Menurut Patton (dalam Moleong, 2002: 178) triangulasi dengan metode adalah membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan penemuan
- Kriteria Keberhasilan Tindakan
Kriteria keberhasilan tindakan dalam penelitian ini dapat diketahui melalui dua jalan:
- Kriteria keberhasilan proses, dapat diukur dengan melihat keaktifan peserta didik di dalam proses pembelajaran, intensitas bertanya peserta didik terhadap materi pembelajaran yang telah di sampaikan oleh guru, dan kemampuan peserta didik untuk menilai praktik micara teman sekelasnya.
- Kriteria keberhasilan produk yang mendeskripsikan keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran praktik. Keberhasilan produk dapat diperoleh jika peserta didik telah terampil berbicara dengan menggunakan unggah-ungguh dengan baik, dan jika terdapat peningkatan keterampilan berbicara. dengan hasil nilai rata-rata peserta didik lebih tinggi atau sama dengan 7.
DAFTAR PUSTAKA
http ://abdulgopuroke.blogspot.com diakses pada tanggal 25 Sseptember 2019
http ://iwanlukman.blogspot.com diakses pada tanggal 25 September 2019
http ://kulahanidsi.wordpress.com diakses pada tangga 25 September 2019
http ://id.m.wikipedia.org/wiki diakses pada tanggal 25 September 2019
Hamzah, U. 2010. Model Pembelajaran Menciptakan PBM yang Kreatif dan
Efektif. Jakarta: Bumi aksara. Cetakan keenam
Isaac, Stephen. 1984. Handbook In Research And Evaluation. San Diego
California: Edits Publisher
Iskandarwassid dan Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Jakarta:
Universitas Pendidikan Indonesia
Madya, Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan. Bandung:
Alfabeta
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Poedjasoedarma, Soepama. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P & K
Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
cetakan ketujuh
Sasangka. Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2009. Unggah-ungguh Bahasa Jawa.
Yogyakarta: Gama Media.
Sasangka, Wisnu. 2004. Unggah-Ungguh Bahasa Jawa. Jakarta:
Paramalingua
Sutarjo, Imam. 2010. Kajian Budaya Jawa. Surakarta: Jurusan Sastra Daaerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Sutarjo, Imam. 2010. Kajian Budaya Jawa. Surakarta: Jurusan Sastra Daaerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
__________. 2008. Kawruh Basa Saha Kasusastran Jawi. Surakarta: Jurusan Sastra Daaerah Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret